"Kehidupan, mungkin adanya kehidupan karena kehidupan itu sendiri, dan definisi kehidupan itu masih belum di definisikan, mengapa dan kenapa " Hasan

Minggu, Oktober 16, 2016

Penggembala Kecil

Anak itu memainkan seruling bambunya sembari menjalankan gembalanya, dan gembalanyapun hinggap di nada-nada minor seruling permainan si anak. Walau si anak tidak menyadari bahwa yang dimainkan adalah nada-nada minor, tetapi si anak menikmatinya dari pagi sampai petang ketika menjalankan gembalanya, biasanya dia pergi ke ladang yang jauhnya kira-kira satu jam dari rumahnya dan anak tersebut hanya berbekal seruling untuk menggembalai gembalanya, dan anak itu selalu berkeyakinan
‘Walau hanya seekor, gembala ini akan beranak pinak suatu saat nanti’
Setelah bertahun-tahun, harapannya tak kunjung datang. Si anak mulai bingung, dia mulai berfikir
‘biasanya yang namanya gembala pasti beranak pinak, tetapi apa yang kudapat? Tak dia menguntungkanku, padahal dari yang namanya matahari sampai terbenam aku menyuguhkan makan serta minum untuknya, tetapi apa yang kudapat?’
Lama dia merenung seharian itu, sampai senjapun tiba. Dia lupa memberi makan gembalanya sehingga gembalanya lemas, enggan berjalan pulang. Si anak lalu mencari makanan disekitar tempat peristirahatannya, dia menemukan seekor hewan yang telah terbunuh oleh pemburu, dia mengambilnya dan membawanya ke tempat peristirahatannya. Setelah dimasak, dia beri sepotong buat gembalaannya dan sisanya untuk dirinya. Disantap makanannya dengan lahap, tetapi ketika makanannya mau habis dia melihat gembalaannya, gembalanya tidak mau memakannya. Dia bingung sekali lagi.

Seorang tua, memakai baju compang camping berjalan setengah kikuk mendatangi perapian si anak itu dan menyapanya;
‘selamat petang penggembala kecil, sedang apa kau?’
‘ah aku sedang makan daging ini, kau mau? Kebetulan gembalaanku tidak mau memakannya’
‘boleh, walau Cuma pengganjal perut’
‘dari pakaianmu, kau mungkin pengembara, pasti kau pernah melihat banyak hal indah’
‘iya aku pengembara’
‘bolehkah aku bertanya? Mengapa gembalaanku ini tida beranak pinak?’
‘seruling itu? Apakah kau membuatnya?’ pengembara menyahut
‘bukan itu milik ayahku, hal itu yang menemaniku menggembala setiap hari’
‘apakah kau tahu bagaimana serbuah seruling bisa menghasilkan suara?’
‘ah kau malah beranya padaku, padahal aku bertanya duluan padamu tadi tentang gembalaku’
Si pengembara dia sembari menghabiskan daging tersebut, dia berpesan kepada anak tadi
‘bagaimana kau bisa mengetahui akhir, jika awalnya saja kau tidak tahu, anak muda’
Setelah berpesan demikian sang pengembara pergi meninggalkan si anak yang masih termenung dengan kata-katanya tadi. Si anak mulai bingung untuk ketigakali dia melihat serulingnya, membolak balikkannya sampai dia bosan. Dia berteriak kepada sang pengembara yang telah berlalu tanpa dia sadari
‘apanya? Apanya yang awal, apanya yang akhir? Kau pasti mengarang tentang seruling ini! Apa hubungannya dengan gembalaanku yang enggan beranak pinak, dasar pak tua sialan!’
Ternyata sang pengembara mendengar teriakan tersebut dan membalas
“kau tidak tahu etika anak muda, jikalau aku yang menjadi gembalamu, aku akan pergi meninggalkanmu’
Si anak sadar bahwa pengembara sudah pergi dan teriakan itu didengarnya dari jauh, dia enggan menjawab teriakan itu dan dia putuskan untuk tidur.
Pada pagi harinya si anak masih melihat gembalanya tertidur disampingnya, diapun mengambilkan gembalanya seteguk air dari sungai. Setelah mengambil air, dia masih mendapati gembalanya tidur di tengah ladangnya itu dan enggan terbangun. Pada akhirnya dia terpaksa membangunkannya dan ternyata gembalanya masih bisa bangun dan meneguk air tersebut.
Sembari melihat gembalanya minum, si anak memainkan serulingnya. Nada nada yang dimainkan memang indah, tetapi baru ini dia mendengarnya dengan seksama. Dan dia mulai merenung kembali, mengapa nada yang indah ini tidak menjadikan gembalaku beranak pinak?, tetapi apa hubungan seruling ini dengan gembalaku?
Si anak melanjutkan gembalanya, memberikan makan dua kali lebih banyak dari hari hari bisanya, dan untuk mendapat kejelasan tentang renungannya dia enggan pulang lagi malam itu, dia bermaksud bertemu lagi dengan orang tua tadi malam dan ingin meminta maaf tentang teriakannya kemarin.
Senja berlaih petang sampau bulanpun bersinar terang, tetapi tak satupun orang lewat di ladangnya petang itu dan si anak memutuskan untuk tidur setelah beberapa jam lamanya meunggu.
Pada hari berikutnya, dia tidak mendapati gembalanya di dekatnya, diapun bingung dan mencarinya kemana-mana, tetapi tidak menemukannya. Dia memutuskan untuk menaiki bukit dekat ladangnya dan dia menemukan asap perapian di sebelah ladangnya. Tanpa berpikir panjang dia berlari ke arah itu dan didapatinya si pengembara tua yang pernah ditemuinya sedang memasak makanan. Diapun menemuinya
‘hai pak pengembara, aku hanya ingin minta maaf soal kemarin’
‘Hal itu biasa bagi seorang anak sepertimu’
‘tetapi apa kau tahu gembalaku yang kemarin sempat kau lihat itu?’
‘gembalaanmu, yang seekor itu?’
Iya pak pengembara, aku kehilangannya tadi’
‘makanlah dulu anak muda, kau agak keliatan lapar , sudah berapa hari kau tak makan?’
Sang anak langsung mengambil makanan yang ditawarkan dan menyantapnya, selah meminum beberapa teguk air dia bertanya lagi
‘apa kau tahu gembalaanku, pak pengembara?’
‘mungkin kau bangun kesiangan hari ini’
‘apakah kau tahu pak pengembara, aku takkan mengulangi pertanyaanku’
‘maaf anak muda aku tidak tahu, tetapi apakah benar kau kesiangan hari ini?’
‘iya itu benar pak pengembara, kenapa memangnya’
‘kau tahu seruling itu?’
‘apanya ? seruling ini, ini hanya seruling biasa pak pengembara, kau bisa memilikinya dengan menukan sepotong kain bekas di pasar dengan seruling ini jika kau mau’
‘tidak anak muda, kau tahu seruling itu hasil dari perpaduan dua keindahan dunia, yang dengan sentuhan dunia ketga dia menghasilkan bentuk yang bisa menghasilkan suara indah, dan dengan sentuhan orang di dunia keempat dia bisa menghasilkan nada-nada indah yang bisa dipahami oleh semua makhluk di empat dunia itu’
‘ah kau selalu membual’
‘bukan membual anak muda, kan aku sudah bilang kau tidak tahu etika, bagaimana kau bisa mengetahui sebuah akhir, jikalau awalnya saja kau tidak tahu?’

0 komentar:


Designed by
Blog Need Money | Distributed Deluxe Templates