Sugih
Tanpa Bondo
Digdoyo Tanpo Aji
Trimah Mrawi Pasrah, Sepi Pamrih, Tebih Ajrih
Langgeng
Tanpo Susah, Tanpo Seneng, Antheng Mantheng
Sugeng Jeneng
(S. Kartono)
......................................................................................................................................................
“Setiap Hal Memiliki Keindahan, Hanya Sedikit Orang yang Mampu
Melihat Keindahan”
......................................................................................................................................................
“ Sambil menyelam minum air” celetuk hasan mengambil satu
peribahasa sastra yang sangat terkenal, walaupun sampai sekarang, hasan tidak
tahu siapa pencipta satu frasa peribahasa itu
Akbar lewat di depan warung hasan, tak sengaja mendengar lamunan
hasan tentang peribahasa tersebut.
“kopi satu, san” pesan akbar karena dia langganan di warung kopi
tersebut.
“siap mas” jawab hasan sigap.
“tumben koq sepi, biasanya anak anak udah rame jam segini” Akbar
melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 19.00. jam tangan itu unik karena
memiliki gambar yang imut. Bayangkan manusia sefilsuf Akbar menggunakan jam
tangan bergambar mickey mouse yang lagi mengejar pluto.
Setelah beberapa menit berlalu, kopi pun siap disuguhkan kepada
Akbar.
“ini mas kopinya, iya mas sepi ini. Mungkin malam masih terlalu
malam mas, haha” jawab hasan bercanda
“mana ada malam terlalu malam untuk secangkir kopi” Akbar bertele-tele
sambil menyeruput kopi di lepeknya “tadi kamu bilang apa? Sambil menyelam minum
air? Emang bisa?” Akbar menanyakan peribahasa saat hasan sedang melamun.
“iya mas, ya bisa mas. Maksudnya gini loh mas. Sambil jualan kopi
kayak sekarang, saya tak nyambi jualan gorengan kalau saya bisa atau jual yang
lain. Toh ga repot kalau masalah tempat dan waktu” jawab hasan menemani Akbar
di warung kopi itu.
“ya ga bisa, kamu menyelamnya di mana dulu. Kalau kamu menyelam di
air laut, kamu mau minum air asin? Tapi dimana lagi tempat menyelam selain di
air asin, kalaupun ada, kamu mungkin tidak bisa melihat beberapa keindahan
alami lautan” pemikiran filsuf Akbar mulai keluar
“waduh mas, sampean gagal paham. Itu Cuma peribahasa mas, Cuma
peribahasa jangan terlalu dipikirkan” hasan ngeyel
“bukannya gitu, kalau cari peribahasa itu. Cari peribahasa yang
cocok, jangan yang aneh aneh” jawab Akbar meneguhkan jawabannya
“ga ada yang cocok, kalaupun ada yang mirip ya itu mas, sekali
dayung dua pulau terlampaui, kan aneh juga kalo dipikir kayak pemikirane samean
mas. Mana ada pulau yang sekecil sekali dayung?
Apa lagi ini dua pulau yang terlampaui, setiap kata yang dimaknai
terbiasa hancur pada artinya” jawab Hasan
“udah tahu ga ada yang cocok, masih ngeyel aja. Ada satu kekurangan
dalam kedua peribahasa tersebut san!” Akbar mulai dengan pernyataan anehnya
“kedua peribahasa itu mengesampingkan keindahan. Coba kamu minum air pas
nyelam, pasti kelepeken! Kalau nyelam ya nyelam aja nikamti dan syukuri
keindahan. Dan coba sekali dayung kamu bisa melewati dua pulau, kamu pasti
tidak thau betapa indahnya ciptaan Tuhan yang ada di satu pulau saja, andaikan
kamu tahu, kamu pasti tidak bisa lepas dari ucapan syukur akan satu keindahan
apalagi dua. Manusia sekarang terlalu fokus kepada hasil akhir tidak pada
prosesnya, kebutaan membuat hati manusia menjadi keras”
“benar juga samean mas, berarti saya ga usah jual gorengan ini?”
tanya hasan
“koq sampai gorengan, lah aku kan bahas peribahasa itu tadi” jawab
Akbar
“penjelasane samean tadi seolah-olah ngomong gitu mas. haha” hasan
tertawa seolah olah menemukan celah pemikiran Akbar
“waduh, kamu yang gagal paham keliahatannya, san. Aku hanya mau
ngomong kamu harus nikmati proses, walaupun kamu punya kekuatan untuk melewati
proses itu secepatnya. Karena setiap proses merupakan sebuah pelajaran berharga
yang tidak akan dibaca oleh setiap manusia. Bacalah prosesmu, carilah dan
temukan keindahan dari proses itu. Nanti kamu ga akan menemukan suatu
penyelasan atas apapun. Kamu bakal hidup puas akan hasil apapun yang kamu
dapat.” Penyataan akbar yang panjang
“waduh mas, apa manusia bisa merasa puas? Manusia yang sepertiku
ini? Apakah hasil akhir memang akan selalu ada, samean sendiri yang selalu
bilang bahwa kerja keras tidak mennentukan hasil akhir, kerja keras hanyalah
hiburan? Sekarang samean berkata tentang hasil” tanya hasan bertubi
Akbar terdiam. Bengong terhadap pemikiran hasan yang selalu aneh
dan selalu menggunakan kata-katanya untuk menyerang balik pernyataannya.
“bahasanmu sudah beda, aku kan tadi bilang hasil apapun, puas dalam
artian puas dalam suatu proses, san. Tanpa penyelasan dalam setiap hasil.
Maksudnya sugeh tanpo bondo, digdoyo tanpo aji, trimah mrawi pasrah, sepi
pamrih tebih ajrih. Langgeng tanpo susah, tanpo seneng, antheng mantheng.
Sugeng jeneng” Akbar menggunakan falsafah jawa untuk menjawab pertanyaan
hasan yang satu ini
“memang tingkatan manusia bisa seperti itu mas? Mana ada sekarang
yang seperti itu? Ok lah, katakanlah manusia yang khalifah bisa seperti itu.
Tapi tingkatan kita kira-kira bisa seperti itu?” seperti biasa pertanyaan hasan
bertubi tubi
“makannya dicoba, san. Sugeh asline yo gawe bondo tapi ojo akeh
akeh, digdoyo yo gawe aji, tapi ojo akeh akeh. Nerimo yo nerimo tapi nek di
idek-idek terus mosok kudu nerimo, yo paling ga neng ati sek iso ngresulo. Sepi
pamrih dijajal titik, paling ga iso gawe mangan dino iki. Tebih ajrih, wedi
karo Pengeran olehe, nek karo menungso, tathak ae. Langgeng tanpo susah tanpo
seneng, iki sing paling angel, ga enek kebahagiaan blas, usahakno nek awakmu
susah ojo terlalu susah, nek bahagia anggepen biasa ae, antheng mantheng, fokus
neng Pengeran ae san. Terus sing terakhir bakale sugeng jenengmu, awet bakale
jenengmu, neng ndunyo karo neng langit, kabeh makhluk kenal jenengmu” Akbar memperjelas
“wis mas? Kopine diombe disik” hasan menengahi pemikiran aneh Akbar
Kedua orang ini menyeruput kopinya, diselingi diam beberapa saat
dan akhirnya hasan menyahut “emangnya samean sudah seperti itu mas?”.
2:43, 25 september 2017
Mayjend Sungkono, Magetan